● Laboratorium Swasta/BUMN: Harus menyerahkan dokumen legalitas yang diterbitkan melalui Online Single Submission (OSS), yang mencakup Nomor Induk Berusaha (NIB), NPWP, dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Jika laboratorium menyediakan jasa pengujian komersial, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 71202 harus tercantum.
● Laboratorium Universitas: Wajib menyertakan SK dari Rektor, Dekan, atau Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) sebagai bukti legalitas.
Dokumen acuan utama untuk syarat dan aturan umum adalah KAN-U-01 Syarat dan Aturan Akreditasi LPK.
No. |
Jenis Dokumen |
Deskripsi dan Referensi |
1. |
Formulir Permohonan |
Formulir A1 (Formulir Permohonan
Akreditasi) yang diisi lengkap. |
2. |
Dokumen Sistem Manajemen |
Panduan Mutu, Prosedur Mutu (SOP),
Instruksi Kerja, dan Formulir terkait yang telah mengacu pada SNI ISO/IEC
17025:2017. |
3. |
Bukti Legalitas |
Dokumen yang relevan sesuai jenis LPK (SK
Pendirian, NIB, dll.). |
4. |
Struktur Organisasi |
Bagan organisasi yang disahkan,
menunjukkan posisi laboratorium dalam organisasi induk (jika ada) dan alur
tanggung jawab. |
5. |
Daftar Personel Kunci |
Daftar Manajer Puncak, Manajer Teknis,
Manajer Mutu, Penyelia, dan Analis, dilengkapi dengan bukti kompetensi (CV,
ijazah, sertifikat pelatihan). |
6. |
Daftar Peralatan |
Inventarisasi peralatan utama yang
digunakan untuk lingkup yang diajukan, beserta status dan bukti
ketertelusuran kalibrasinya. |
7. |
Ruang Lingkup Akreditasi |
Daftar rinci pengujian/kalibrasi yang
diajukan, mencakup parameter, metode acuan, dan rentang pengukuran. |
8. |
Bukti Implementasi Sistem |
Bukti bahwa sistem manajemen telah
diterapkan minimal 3 bulan, termasuk rekaman lengkap dari minimal satu siklus
audit internal dan satu kaji ulang manajemen. |
9. |
Bukti Uji Profisiensi |
Bukti partisipasi dalam program uji
profisiensi atau uji banding antar laboratorium minimal satu kali untuk
setiap sub-bidang pengujian yang diajukan. |
2. Kajian Sumber Daya KAN: Memastikan KAN memiliki sumber daya yang memadai, terutama ketersediaan asesor (Asesor Kepala dan Ahli Teknis) yang memiliki kompetensi spesifik di bidang yang diajukan LPK.
3. Perencanaan Asesmen: Menyusun rencana asesmen awal, termasuk mengestimasi jumlah hari-orang (man-days) yang dibutuhkan untuk audit dokumen dan asesmen lapangan.
Ketersediaan asesor yang kompeten menjadi faktor kritis pada tahap ini. Jika LPK mengajukan ruang lingkup yang sangat spesifik atau langka, KAN mungkin memerlukan waktu lebih lama untuk membentuk tim asesmen yang tepat. Hasil dari kajian ini akan secara langsung menentukan jadwal dan besaran biaya asesmen yang akan ditagihkan kepada LPK pada tahap selanjutnya.
Skenario Asesmen |
Jumlah Asesor |
Durasi (Hari) |
Perhitungan Biaya Asesmen (PNBP) |
Total Biaya Asesmen (PNBP) |
Biaya Tambahan (ditanggung LPK) |
Laboratorium kecil, lingkup sederhana |
2 |
2 |
2 orang×2 hari×Rp3.500.000,− |
Rp14.000.000,− |
Transportasi, Akomodasi, Konsumsi |
Laboratorium sedang, lingkup kompleks |
3 |
3 |
3 orang×3 hari×Rp3.500.000,− |
Rp31.500.000,− |
Transportasi, Akomodasi, Konsumsi |
Laboratorium besar, multi-lokasi |
4 |
5 |
4 orang×5 hari×Rp3.500.000,− |
Rp70.000.000,− |
Transportasi, Akomodasi, Konsumsi |
2. Verifikasi Implementasi Sistem: Asesor akan menyebar untuk melakukan verifikasi silang antara dokumen dan praktik di lapangan. Metode yang digunakan meliputi:
○ Wawancara: Berdialog dengan personel di semua tingkatan, mulai dari manajemen puncak (untuk menguji komitmen) hingga analis teknis (untuk menguji pemahaman prosedur dan kompetensi), serta staf pendukung.
○ Observasi: Mengamati secara langsung fasilitas laboratorium, kondisi lingkungan (suhu, kelembaban), tata letak, kebersihan, dan cara kerja personel dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
○ Pemeriksaan Rekaman: Menelusuri dan memeriksa berbagai rekaman, baik rekaman teknis (logbook peralatan, data mentah pengujian, sertifikat kalibrasi) maupun rekaman mutu (laporan audit internal, notulen kaji ulang manajemen, rekaman penanganan keluhan pelanggan).
○ Penyaksian (Witnessing): Ini adalah bagian terpenting dari asesmen teknis. Asesor akan meminta personel LPK untuk mendemonstrasikan atau melaksanakan pengujian/kalibrasi untuk parameter-parameter kritis yang diajukan dalam ruang lingkup. Asesor akan menyaksikan seluruh proses, mulai dari penyiapan sampel hingga pelaporan hasil, untuk menilai kompetensi teknis secara langsung.
3. Rapat Internal Tim Asesor: Tim asesor akan berkumpul secara periodik selama asesmen untuk mendiskusikan dan mengkonsolidasikan temuan dari masing-masing anggota, serta mengklasifikasikan temuan tersebut.
4. Rapat Penutupan (Closing Meeting): Di akhir asesmen, Asesor Kepala akan mempresentasikan semua temuan ketidaksesuaian (non-conformities) kepada manajemen LPK. Sebuah Laporan Ringkasan Asesmen (LRA) yang berisi daftar temuan beserta klasifikasinya akan diserahkan secara resmi kepada LPK.
● Untuk Re-akreditasi (RA), Surveilan, dan Perluasan Ruang Lingkup (PRL): 2 bulan.
LPK dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu (maksimal 1 bulan) dengan menyertakan alasan yang kuat dan dapat diterima. Namun, jika batas waktu terlampaui tanpa penyelesaian yang memadai, proses akan dilanjutkan ke tahap berikutnya dengan kondisi apa adanya, yang dapat berisiko pada pengurangan ruang lingkup atau bahkan penolakan akreditasi.
Tabel 3: Klasifikasi Ketidaksesuaian dan Contohnya
Kategori |
Nama Lain |
Deskripsi |
Implikasi |
Contoh Temuan |
Kategori 1 |
Mayor / Major |
Ketidaksesuaian yang berdampak langsung
pada validitas hasil uji/kalibrasi, atau kegagalan total dalam menerapkan
salah satu persyaratan utama standar. |
Dapat menyebabkan penolakan, penangguhan,
atau pencabutan akreditasi jika tidak diperbaiki secara tuntas. |
Tidak melakukan estimasi ketidakpastian
pengukuran untuk metode kuantitatif; Menggunakan peralatan ukur kritis yang
tidak dikalibrasi; Tidak memiliki bukti ketertelusuran metrologi. |
Kategori 2 |
Minor |
Penyimpangan tunggal dari persyaratan
standar yang tidak berdampak sistemik atau tidak secara langsung mempengaruhi
validitas hasil. |
Harus diperbaiki dalam batas waktu yang
ditentukan. Akumulasi banyak temuan minor dapat dianggap sebagai temuan
mayor. |
Rekaman pemeliharaan alat tidak terisi
lengkap; Prosedur pengendalian dokumen tidak sepenuhnya diikuti (misalnya,
ada dokumen usang yang masih beredar di satu titik); Notulen kaji ulang
manajemen tidak menggunakan formulir terkendali. |
Kategori 3 |
Observasi / Observation |
Area untuk perbaikan (area
for improvement) atau potensi ketidaksesuaian di masa depan jika tidak
ditangani. |
Tidak memerlukan tindakan perbaikan
formal, namun akan diperiksa kembali pada kunjungan berikutnya (surveilan). |
Penataan ruang kerja yang kurang optimal;
Prosedur yang dapat disederhanakan untuk efisiensi. |
● Memberikan akreditasi bersyarat: Misalnya, menyetujui akreditasi namun dengan catatan untuk dilakukan verifikasi tambahan pada aspek tertentu.
● Menangguhkan keputusan: Jika diperlukan informasi atau klarifikasi lebih lanjut dari tim asesor atau LPK.
● Menolak permohonan akreditasi: Jika ditemukan ketidaksesuaian mayor yang fatal dan tidak dapat diperbaiki.
2. Lampiran Sertifikat (Ruang Lingkup Akreditasi): Dokumen ini merinci secara detail semua aktivitas pengujian atau kalibrasi yang kompetensinya telah diakui, mencakup informasi spesifik seperti parameter uji, matriks sampel, metode acuan yang digunakan, rentang pengukuran, dan estimasi ketidakpastian pengukuran.
LPK hanya berhak dan diizinkan untuk mengklaim status terakreditasi dan menggunakan simbol KAN untuk aktivitas yang secara eksplisit tercantum di dalam lampiran sertifikat tersebut.
● Reakreditasi: Untuk memperpanjang masa akreditasi, LPK harus proaktif. Permohonan untuk reakreditasi harus diajukan kepada KAN selambat-lambatnya 6 bulan sebelum masa berlaku sertifikat akreditasi berakhir. Proses reakreditasi pada dasarnya mengikuti alur yang sama dengan akreditasi awal.
● Waktu Pengajuan: PRL dapat diajukan kapan saja, dengan syarat minimal 3 bulan setelah keputusan akreditasi awal diterima.
● Mekanisme Asesmen: PRL dapat dilaksanakan melalui dua cara:
1. Bersamaan dengan Surveilan Terjadwal: Ini adalah opsi yang lebih efisien dari segi biaya dan waktu. LPK harus mengajukan dokumen permohonan PRL selambat-lambatnya 2 bulan sebelum jadwal surveilan.
2. Sebagai Asesmen Terpisah: Jika kebutuhan penambahan lingkup bersifat mendesak, LPK dapat meminta asesmen khusus untuk PRL di luar jadwal surveilan.
● Proses PRL: Proses untuk lingkup yang baru pada dasarnya mengulangi alur akreditasi awal, yang meliputi pengisian formulir permohonan, audit dokumen, asesmen lapangan (termasuk witnessing untuk metode baru), dan pembayaran biaya asesmen sesuai tarif yang berlaku.
● Ukuran dan penempatan simbol harus proporsional dengan logo LPK dan tidak boleh ditampilkan lebih menonjol.
● Penggunaan simbol tidak boleh menyiratkan bahwa KAN bertanggung jawab atas hasil uji atau mengesahkan suatu produk.
● Hak penggunaan simbol harus segera dihentikan jika status akreditasi LPK dibekukan atau dicabut oleh KAN.
● Dokumentasi Tidak Lengkap atau Tidak Sesuai: Ini adalah penyebab kegagalan paling umum pada fase awal. LPK sering kali gagal melengkapi semua dokumen yang disyaratkan atau dokumen yang ada tidak mencerminkan persyaratan klausul ISO 17025:2017.
● Implementasi Tidak Konsisten: Terdapat kesenjangan yang signifikan antara apa yang tertulis dalam prosedur (SOP) dan apa yang sebenarnya dipraktikkan oleh personel di lapangan. Hal ini sering menjadi temuan mayor saat asesmen lapangan.
● Kelemahan pada Aspek Teknis Kunci: Banyak LPK menunjukkan pemahaman yang kurang mendalam pada pilar-pilar teknis standar, seperti:
○ Validasi/Verifikasi Metode: Kesulitan membedakan kapan harus melakukan validasi (untuk metode non-standar/modifikasi) dan kapan cukup melakukan verifikasi (untuk metode standar), serta parameter apa saja yang harus dievaluasi.
○ Estimasi Ketidakpastian Pengukuran: Gagal mengidentifikasi semua sumber ketidakpastian yang signifikan atau menggunakan pendekatan yang tidak tepat, yang berujung pada nilai ketidakpastian yang tidak realistis.
○ Ketertelusuran Metrologi: Tidak dapat menunjukkan rantai kalibrasi yang tak terputus ke standar nasional atau internasional untuk peralatan ukur yang kritis.
● Manajemen Risiko yang Lemah: Khususnya terkait klausul 4.1 tentang ketidakberpihakan, banyak laboratorium kesulitan dalam mengidentifikasi, mendokumentasikan, dan memitigasi risiko terhadap imparsialitas secara sistematis.
● Respons Tindakan Perbaikan yang Buruk: Ketika menerima temuan, LPK cenderung hanya melakukan koreksi (memperbaiki masalah di permukaan) tanpa melakukan analisis akar masalah yang mendalam, sehingga temuan yang sama berpotensi muncul kembali di asesmen berikutnya.
1. Mulai dari Awal dan Libatkan Semua Pihak: Persiapan akreditasi adalah maraton, bukan sprint. Mulailah proses persiapan jauh-jauh hari. Yang terpenting, libatkan seluruh personel, dari manajemen hingga staf teknis, untuk membangun pemahaman bersama dan menumbuhkan budaya mutu di seluruh organisasi.
2. Lakukan Gap Analysis & Audit Internal yang Jujur: Sebelum mengajukan permohonan, lakukan penilaian mandiri (gap analysis) secara kritis terhadap kondisi laboratorium saat ini dibandingkan dengan setiap klausul ISO 17025:2017. Laksanakan audit internal secara berkala dengan auditor yang kompeten dan jujur untuk mengidentifikasi kelemahan internal sebelum ditemukan oleh asesor KAN.
3. Investasi pada Pelatihan dan Kompetensi: Pastikan personel kunci, terutama Manajer Teknis dan Manajer Mutu, mendapatkan pelatihan yang memadai dan mendalam mengenai interpretasi dan implementasi klausul-klausul teknis standar. Pelatihan eksternal dari penyedia yang kredibel sering kali menjadi investasi yang sangat berharga.
4. Berkomunikasi Secara Terbuka dengan KAN: Jangan memandang KAN sebagai "polisi", melainkan sebagai mitra dalam penjaminan mutu. Jika ada prosedur atau persyaratan yang tidak jelas, jangan ragu untuk bertanya dan meminta klarifikasi kepada Sekretariat KAN. Komunikasi yang jelas dan terbuka akan membantu proses berjalan lebih lancar.
Memperoleh akreditasi ini lebih dari sekadar pemenuhan persyaratan regulasi; ini adalah sebuah investasi strategis. Pengakuan dari KAN, yang didukung oleh ILAC MRA, membuka pintu bagi laboratorium Indonesia untuk bersaing di panggung global, meningkatkan kredibilitas di mata pelanggan domestik dan internasional, serta mendorong organisasi menuju keunggulan operasional yang berkelanjutan. Dengan persiapan yang matang, pemahaman yang mendalam terhadap setiap tahapan, dan komitmen terhadap budaya mutu, laboratorium dapat berhasil menavigasi proses ini dan menuai manfaat jangka panjang dari status terakreditasi.